twitter
rss

LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA
Saudara mahasiswa yang saya hormati. Salam sejahtera dan selamat bertemu lagi dalam kegiatan tutorial online yang kedua mata kuliah Pendidikan Hak Azasi Manusia. Melanjutkan tutorial yang lalu, pada tutorial kedua ini akan disajikan landasan HAM yang lain yaitu landasan moral, sosio-kultural, dan religi. Asumsinya bahwa setiap masyarakat memiliki sistem moral yang dijadikan landasan setiap pemikiran, sikap, dan perilakunya, termasuk HAM, serta memiliki sistem sosial budaya yang dimiliki dan dikembangkan secara turun temurun oleh masyarakat. Di samping memiliki sistem moral dan social budaya, setiap masyarakat juga memiliki landasan religius di dalam memahami dan melaksanakan HAM. Atas dasar itulah, kompetensi yang diharapkan setelah anda menyelesaikan rangkaian kegiatan tutorial kedua ini antara lain: (1) dapat menjelaskan landasan moral HAM, (2) dapat menjelaskan menjelaskan landasan sosio-kultural HAM, (3) dapat menjelaskan menjelaskan menjelaskan landasan religius HAM, (4) menjelaskan hubungan antara HAM dengan kebebasan dan demokrasi.
Landasan Moral
Saudara Mahasiswa yang saya hormati. Barangkali kita semua tahu, bahwa setiap masyarakat memiliki ajaran moral (tentang perilaku yang baik) yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri. Moralitas itu tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ajaran moral suatu masyarakat berbeda dengan masyarakat lainnya. Kebiasaan dalam masyarakat berhubungan dengan norma kesusilaan, kesopanan, dan kepatutan atau kepantasan perbuatan seseorang adalah nilai moral. Sehingga kriteria perbuatan itu dikatakan baik apabila dilakukan sesuai dengan norma-norma tersebut. Norma-norma yang dikembangkan di dalam masyarakat didasarkan pada adat istiadat, kepercayaan dan agama.
Dalam beberapa hal, HAM dilandasi dengan sistem moral yang berlaku dalam masyarakat masih cukup efektif. Misalnya, pelanggaran HAM yang dilakukan seseorang atau kelompok akan mempunyai sanksi moral. Sanksi moral diberikan oleh agama dengan perasaan berdosa, sedangkan sanksi yang diberikan oleh masyarakat dengan dikucilkan oleh masyarakat.
Ladasan sosio-kultural
Saudara mahasiswa yang saya hormati. Landasan HAM yang lain adalah kehidupan sosial dan kultural/budaya masyarakat. Landasan ini dibangun dan dikembangkan secara turun temurun melalui sistem pranata, norma, dan nilai-nilai budaya dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Masyarakat pedesaan misalnya, masih menjunjung tinggi nilai-nilai kemasyarakatan dalam bentuk pranata sosial, kesusilaan, sopan santun, hubungan kekerabatan, serta ditandai dengan paguyuban (hubungan antara individu yang satu dengan lainnya bersifat saling kenal mengenal, akrab, toleransi, gotong royong, dan penuh kepedulian dengan lainnya). Sedangkan karakteristik interaksi sosial masyarakat kota bersifat patembayan, artinya hubungan antar individu dilihat dari kepentingan masing-masing sehingga bersifat lebih individual. Norma-norma yang dikembangkan berdasarkan hubungan saling menguntungkan secara fisik finansial. Interaksi sosial dapat digantikan melalui hubungan tidak langsung dengan teknologi, sehingga tidak saling kenal mengenal. Kegotongroyongan sudah digantikan dengan kontribusi uang sehingga tatap muka antar individu sudah digantikan dengan substitusi lainnya.
Saudara mahasiswa yang saya hormati. Pemahaman tentang hak asasi manusia sangat dipengaruhi oleh sistem sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk mewujudkan HAM perlu memperhatikan: (1) sistem sosial yang berlaku; (2) sistem nilai dan norma dalam masyarakat dan kebudayaan; (3) sikap sosial dan budaya individu; (4) sistem kepercayaan yang dijunjung tinggi masyarakat dan kebudayaan; (5) pranata-pranata sosial; (6) adat istiadat suatu masyarakat. Jadi, HAM semata-mata tidak hanya didasarkan atas hukum dan undang-undang saja, tetapi memperhatikan dinamika masyarakat.
Landasan religius
Saudara mahasiswa yang saya hormati. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat itu tumbuh dan berkembang sesiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Van Peursen (1981) masyarakat tumbuh melalui tiga tahap: mitis, ontologis, dan fungsional. Pada tahap mitis ini, dikembangkan penyelesaian masalah dengan menggunakan sistem kepercayaan, magis, dan mitos. Namun penyelesaian berdasarkan mitologi ini tidak memuaskan manusia. Selanjutnya, manusia mencari penyelesaian masalah melalui rasio. Pemikiran rasional itu bersifat reflektif filosofis sehingga melahirkan pemikiran ontologis. Pada tahap ontologis ini lahir pengetahuan filasafat. Perkembangan masyarakat dan kehidupan yang sangat pesat membuat pemikiran filsafat itu kurang memuaskan manusia. Manusia kemudian mengembangkan pemikiran rasional melalui tahapan tertentu. Tahapan tersebut adalah: (1) pemikiran rasional itu bersifat objektif empiris, artinya objek itu dipikirkan sejauh dapat dialami oleh manusia. (2) menggunakan metode ilmiah tertentu, (3) memiliki sistem ilmiah, (4) kebenarannya bersifat hipotetik, artinya kebenaran itu diukur dari bukti-bukti empirirs yang menndukungnya.
Ketika daya jangkau pemikiran manusia tidak mampu lagi mencapai titik pemecahan segala masalah secara memuaskan, maka kerinduan pada aspek-aspek kerohanian untuk dijadikan landasan dalam mengembangkan HAM. Sebagai anugerah Tuhan, hak dasar manusia yang dibawa sejak lahir itu dijalankan sesuai dengan nilai-nilai religius. Artinya HAM itu semakin meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri pada Tuhan. Harkat dan martabat manusia terletak pada kedekatannya dengan Tuhan. Implementasi HAM yang bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan akan semakin membuat manusia kehilangan jati diri sebagai manusia. Kebebasan dan HAM yang mengingkari adanya nilai-nilai religius itu mengakibatkan manusia kebingungan dalam kehidupan. Sebab kehidupan manusia terbatas, sehingga di seberang batas tersebut hanya dapat dipahami melalui keimanan dan kepercayaan.
Bangsa Indonesia secara filosofis, sosiologis, maupun religius mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa. Pada masa pra sejarah, kepercayaan tersebut masih berupa animisme dan dinamisme. Kepercayaan adanya Tuhan baru memiliki konsep yang jelas ketika datang agama-agama besar di Indonesia. Konsep Tuhan tersebut dipahami sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat percaya (iman) dan sekaligus menaati aturan-aturan yang dibawa di dalam ajaran agama tersebut. Namun tidak serta merta kepercayaan dan perilaku terhadap nilai-nilai adikodrati yang lama tetapi masih sesuai dengan agama, ditinggalkan sama sekali. Bahkan, kepercayaan lama tersebut terintegrasi di dalam ajaran agama yang dianutnya. Kesemuanya membentuk adat istiadat dan budaya religius dalam masyarakat.
Pemahaman tentang HAM juga sangat dipengaruhi oleh sistem nilai religius. HAM yang bertentangan dan tidak sesuai dengan ajaran agama yang dianut akan dipandang merendahkan derajat dan martbat manusia di hadapan Tuhan semesta alam dan sesama manusia.
Hubungan antara HAM, Kebebasan dan Demokrasi
Saudara mahasiswa yang saya hormati. Banyak orang memahami HAM secara sempit sebagai kebebasan dan demokrasi. Kebebasan dan demokrasi hanya sebagian dari perwujudan HAM. Semakin orang menghormati HAM maka ia akan menghargai kebebasan orang lain, sebab dalam melaksanakan kebebasannya, seseorang akan berhadapan dengan kebebasan orang lain. Untuk mengatur interaksi orang yang satu dengan orang lainnya, setiap orang harus menghormati kebebasan orang lain. Aturan untuk saling menghormati kebebasan setiap individu diperlukan peraturan yang disepakati bersama. Masalah-masalah yang dihadapi dalam interaksi bersama harus diselesaikan dengan prinsip-prinsip yang disepakati bersama. Kesepakatan bersama tersebut diatur di dalam demokrasi.
Demokrasi dipahami dan dilaksanakan di berbagai negara secara berbeda-beda. Rusia dan RRC mengklaim negaranya sebagai negara demokratik, sedangkan Amerika Serikat menganggap sistem demokrasi yang dijalankan sebagai model yang terbaik dan negara lain harus mencontohnya. Pada hal kedua negara tersebut memiliki landasan yang sangat berbeda. Meskipun berbagai negara mengklaim negaranya sebagai negara demokrasi, tetapi paling tidak, ada beberapa prinsip yang harus ada pada sistem demokrasi yaitu kedaulatan di tangan rakyat, pemerintahan berdasarkan persetujuan yang diperintah, kekuasaan dipegang mayoritas, hak-hak kaum minoritas dilindungi oleh hokum, jaminan hak asasi manusia, pemilihan yang bebas dan jujur dan adil, persamaan di depan hukum, proses hukum yang wajar, pembatasan pemerintah secara konstitusional, pluralisme social-ekonomi-politik, nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama, dan mufakat.
Saudara mahasiswa yang saya hormati. Dari berbagai prinsip demokrasi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa hak asasi manusia sebagai asas yang sangat fundamental di dalam sistem demokrasi. Masyarakat demokratis sangat menghormati hak asasi manusia sebagai pribadi. Kesadaran menghormati HAM itu dinyatakan dalam perilaku menaati hukum. Ketaatan hukum menunjukan penghormatan kebebasan individu sebagai warga negara.
Demokrasi adalah suatu pandangan hidup yang mencakup bidang sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang memandang bahwa keputusan diambil atas dasar kepentingan bersama, dari , oleh, dan untuk masyarakat. Sebagai pandangan hidup, demokrasi merupakan kegiatan untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui kontrol terhadap tingkah laku individu dan kelompok. Secara politis, demokrasi dipahami sebagai sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat
Ada dua elemen demokrasi yang ideal. Pertama, demokrasi tidak ditentukan oleh jumlah dan bervariasinya minat sebagian masyarakat tetapi kepercayaan sebagian besar masyarakat mengakui minat bersama sebagai kontrol sosial. Kedua, demokrasi bukan hanya berarti interaksi sial yang bebas, tetapi terjadinya perubahan kebiasaan sosial dalam masyarakat (Dewey dalam Fattah Hanurawan, 2006). Demokrasi tidak hanya memuat tentang kebebasan tetapi juga menghormati hukum dan HAM. Demokrasi tanpa hukum dan HAM akan membuat demokrasi yang dikembangkan menjadi rapuh dan kebebasan mengarah kepada anarkhi..
Sekolah sebagai agen pembaharuan dalam HAM memiliki peranan yang sangat penting dalam merasionalisasi dan mendistribusikan nilai-nilai HAM melalui pemikiran, observasi, pertimbangan dan pilihannindividu. Sekolah merupakan tempat penyemaian ide-ide tentang hak asasi manusia (HAM). Pendidikan HAM bagi anak akan menjamin perkembangannya secara optimal melalui partisipasi dalam kehidupan kelompok. Efek pendidikan HAM selalu memberikan perubahan kualitas anak sesuai dengan nilai yang berlaku dalam kelompok. Perubahan itu berlangsung terus menerus menuju perbaikan yang semakin menyempurnakan (selengkapnya uraian materi di atas disajikan pada buku modul unit 2).
Nah, Saudara mahasiswa yang saya hormati. Untuk meningkatkan pemahaman anda tentang landasan moral, sosio-kultural, religi serta hubungan HAM dengan kebebasan dan demokrasi, berikan komentar anda pada pertanyaan berikut:
Pada akhir-akhir ini banyak sekali penggusuran terhadap rumah-rumah penduduk , makam penduduk, tempat bersejarah bagi penduduk, oleh pemerintah kota tanpa berembug dulu dengan penduduk yang digusur. Dengan alasan tempat tersebut akan dibangun fasilitas umum seperti jalan, mall, perkantoran, pusat bisnis, dan lain-lain. Untuk itu tidak jarang disertai intimidasi bagi penduduk yang tidak mau digusur rumahnya atau mempertahankan asetnya. Sementara kompensasi yang diberikan pemerintah kota kepada penduduk yang tergusur cenderung mengarah kepada “ganti rugi” dari pada “ganti untung” . Berikan komentar anda terhadap pada kasus tersebut dilihat dari sisi landasan moral HAM, sosio-kultural HAM, religi HAM, serta kebebasan dan demokrasi.
No. Landasan HAM Perilaku yang tidak sesuai dengan HAM Solusi
1. Moral 1
2
3
2. SosioKultural 1
2
3
3. Religi 1
2
3
4. Demokrasi 1
2
3

praktik mengukur dalam pelajaran IPA
IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang disusun melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang bersifat khas-khusus, yaitu penyusunan hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan, dan seterusnya. Fenomena-fenomena alam yang diungkap biasanya dapat dirumuskan dalam besaran-besaran fisika. Pengamatan fenomena-fenomena alam tidaklah lengkap bila tidak disertai dengan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil pengukuran. Oleh karena itu pengukuran merupakan bagian penting dalam ilmu pengetahuan alam.
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari sesungguhnya kita tidak pernah luput dari kegiatan pengukuran. Kita membeli minyak goreng, gula, beras, daging, mengukur tinggi badan, menimbang berat, mengukur suhu tubuh merupakan bentuk aktivitas pengukuran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengukuran merupakan bagian dari kehidupan manusia. Melalui hasil pengukuran kita dapat membedakan antara satu dengan yang lainnya.
Pengukuran agar memberikan hasil yang baik maka haruslah menggunakan alat ukur yang memenuhi syarat. Suatu alat ukur dikatakan baik bila memenuhi
syarat yaitu valid (sahih) dan reliabel (dipercaya). Disamping ke dua syarat di atas, ketelitian alat ukur juga harus diperhatikan. Semakin teliti alat ukur yang digunakan, maka semakin baik kualitas alat ukur tersebut.
Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan suatu besaran dengan suatu besaran yang sudah terstandar. Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Pengukuran berat
menggunakan neraca dengan berbagai ketelitian, mengukur kuat arus listrik menggunakan ampermeter, mengukur waktu dengan stopwatch, mengukur suhu dengan termometer, dan lain sebagainya. Mistar, jangka sorong, mikrometer sekrup, neraca, amper meter, termometer merupakan alat ukur yang sudah terstandar. Dengan menggunakan alat ukur yang sudah terstandar, maka siapapun yang melakukan pengukuran, dimanapun pengukuran itu dilakukan, dan kapanpun pengukuran itu dilaksanakan akan memberikan hasil yang relatif sama.
Bila di atas meja yang berada dihadapan Anda terletak selembar kertas HVS ukuran kwarto, dapatkah Anda menentukan berapakah ukuran panjang dan lebarnya? Tentu tidaklah sulit, Anda tinggal ambil sebuah mistar dan lakukan pengukuran panjang dan lebar kertas tersebut. Dapatkah Anda menuliskan hasil pengukuran tersebut dengan baik? Bagaimana cara menyatakan hasil pengukuran tersebut bila ukuran panjang dan lebar kertasnya tidak persis berimpit dengan skala alat ukur yang digunakan?
Mengukur panjang dan lebar selembar kertas pada dasarnya tidaklah begitu sulit. Kalau Anda diminta mengukur tebal selembar kertas, dapatkah Anda melakukannya dengan menggunakan sebuah mistar. Tentu saja Anda tidak dapat menggunakan mistar karena ukuran ketebalan kertas lebih kecil dari skala terkecil dari mistar. Lalu apa alat ukur yang dapat digunakan?
Bagaimana pula kalau di hadapan Anda terletak sebuah pena. Anda tentu dapat melakukan pengukuran panjangnya dengan baik. Apa yang harus Anda lakukan untuk menentukan diameter (garis tengah) pena tersebut. Dapatkah dengan menggunakan mistar? Tentu Anda akan kesulitan bukan? Bagaimana dengan diameter sebuah kawat halus? Apa yang harus Anda lakukan untuk mendapatkan data-data hasil pengukuran tersebut?
Untuk dapat melakukan pengukuran ketebalan kertas, diameter kawat, berikut ini kita akan melakukan kegiatan/ percobaan menggunakan mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Sebelum melakukan kegiatan/percobaan, siapkan dulu alat dan bahan yang dibutuhkan, baca prosedur kerja dengan cermat, dan siapkan tabel pengamatan dengan baik.
a. Judul Kegiatan : Pengukuran panjang
b. Tujuan Kegiatan :
1. melakukan pengukuran panjang menggunakan jangka sorong dan mikrometer sekrup
2. melakukan pengukuran berat menggunakan timbangan
3. melakukan pengukuran tahanan, arus, dan tegangan listrik menggunakan multimeter.
c. Landasan Teori
Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan suatu besaran fisis dengan suatu besaran yang sudah terstandar. Pengukuran panjang suatu besaran fisis dapat dilakukan dengan menggunakan mistar. Untuk besaran fisis yang tidak dapat diukur menggunakan mistar, maka dapat dilakukan dengan menggunakan jangka sorong atau mikrometer sekrup.
Mistar merupakan alat ukur panjang yang paling sederhana dan sudah lumrah dikenal orang. Ada dua jenis mistar yang sering digunakan, yaitu stik meter dan mistar metrik. Stik meter memiliki panjang satu meter dan memiliki skala desimeter, sentimeter, dan milimeter. Mistar metrik memiliki panjang 30 sentimeter. Mistar memiliki skala pengukuran terkecil 1 milimeter, sesuai dengan jarak garis terkecil antara dua garis yang saling berdekatan. Ketelitiannya adalah 0,5 milimeter, atau setengah dari skala terkecil.
Dengan menggunakan mistar untuk mengukur diamater sebuah bola, diameter silinder atau untuk mengukur dimensi jari-jari dalam dan luar dari slinder akan sangat sulit dilakukan dan hasilnya juga kurang akurat. Jangka sorong merupakan alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi jari-jari atau diameter dengan hasil yang lebih akurat. Ketelitian jangka sorong mencapai 0,1 mm.
Jangka sorong terdiri atas rahang tetap dan rahang sorong. Pada rahang tetap terdapat skala yang disebut dengan skala utama. Satu bagian skala utama panjangnya 1 mm. Rahang sorong, merupakan rahang yang dapat digeser-geser sesuai dengan ukuran benda yang akan diukur.
Pada rahang sorong dilengkapi dengan 10 bagian skala yang disebut dengan skala nonius atau vernier. Panjang 10 skala nonius adalah 9 mm. Hal ini berarti 1 skala nonius (jarak antara dua garis skala nonius yang berdekatan) 0,9 mm. Dengan demikian selisih skala utama dengan skala nonius adalah 1 mm – 0,9 mm = 0,1 mm atau 0,01 cm. Hal ini berarti bahwa tingkat ketelitian dari jangka sorong adalah ½ nilai skala terkecil (nst) = 0,005 cm. Dengan ketelitian demikian, jangka sorong dapat dipakai untuk mengukur ketebalan suatu plat tembaga, diameter dalam dan diamater luar sebuah pipa.
Dapat dinyatakan hasil pengukurannya sebagai berikut. Hasil pengukuran berada di antara skala 2,1 dan 2,2 cm pada skala utama. Skala nonius yang ke lima tepat berimpit dengan skala utama. Karena 1 skala nonius bernilai 0,01 cm, maka 5 skala nonius bernilai 0,05 cm. Dengan demikian hasil pengukuran dapat dituliskan menjadi 2,1 + 0,05 = 2,15 cm.
Selain dapat digunakan untuk mengukur ketebalan atau panjang suatu benda, jangka sorong juga dapat digunakan untuk mengukur diameter dalam dan diameter luar sebuah benda berbentuk tabung atau silinder.
Benda yang ukurannya sangat tipis seperti kertas atau kawat yang ukurannya sangat kecil tidak dapat diukur menggunakan jangka sorong. Untuk mengukur dimensi luar dari benda yang sangat tipis digunakan mikrometer sekrup. Seperti halnya jangka sorong, mikrometer sekrup juga memiliki dua skala, yaitu skala utama dan skala nonius.
Skala utama ditunjukkan oleh silinder pada lingkaran dalam, sedangkan skala nonius ditunjukkan oleh selubung pada lingkaran luar. Jika selubung luar diputar satu kali putaran penuh, maka skala utama akan berubah 0,5 mm. Karena skala luar memiliki 50 skala, maka 1 skala pada selubung luar sama dengan jarak maju atau mundur rahang geser sejauh 0,5 mm/50 = 0,01 mm, yang merupakan skala terkecil dari mikrometer sekrup.
Ketelitian mikrometer sekrup adalah ½ nst atau 0,005 mm. Dengan
demikian mikrometer sekrup dapat dipakai untuk mengukur tebal
selembar kertas atau diameter sebuah kawat yang sangat halus.
Hasil pengukuran sebuah benda menggunakan mikrometer sekrup pada gambar 2 dapat dinyatakan sebagai berikut. Skala utama yang terdekat dengan selubung luar adalah 4,5 mm. Garis mendatar pada selubung luar yang berimpit dengan garis mendatar pada skala utama adalah garis ke 48. Dengan demikian hasil pengukuran dapat dinyatakan dengan 4,5 mm + 48 bagian = 4,5 mm + 48 x 0,01 mm = 4,98 mm.
Sehingga hasil pengukuran dapat ditulis dengan 4,98 mm.
d. Alat dan Bahan
1. mistar
2. jangka sorong
3. mikrometer sekrup
4. kertas
5. gelas ukur
6. kawat halus
7. tabung reaksi
8. kelereng
9. balok tembaga, kayu, dan besi
e. Prosedur Kerja
1) Kegiatan I : Mengukur panjang dengan jangka sorong
a) Sebelum menggunakan jangka sorong, periksalah terlebih dahulu skala utama dan skala noniusnya. Katupkan jangka sorong, bila angka nol kedua skala tidak berimpit, maka jangka sorong dikatakan mempunyai kesalahan titik nol. Oleh karena itu hasil pengukuran perlu dikoreksi.
b) Tempatkan benda yang akan diukur di antara dua rahang jangka sorong.
c) Perhatikan angka pada skala utama yang berdekatan dengan angka nol pada nonius.
d) Perhatikan garis nonius yang tepat berimpit dengan garis pada skala utama.
e) Tentukan hasil pengukuranmu!
2) Kegiatan II: Mengukur panjang dengan mikrometer sekrup
a) Tempatkan benda yang akan diukur diantara selubung ulir/rahang geser.
b) Putar maju selubung luar sesuai dengan ketebalan benda yang akan diukur.
c) Putar roda bergerigi supaya hasil pengukuran tidak bergeser.
d) Perhatikan skala utama yang terdekat dengan tepi selubung luar.
e) Perhatikan garis mendatar pada selubung luar yang berimpit dengan garis mendatar pada skala utama.
f) Tentukan hasil pengukuranmu!

jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1. Ketika ingin mengukur sesuatu, kapankah Anda menggunakan jangka sorong atau mikrometer sekrup? Apa keuntungannya?
2. Tentukan hasil pengukuran panjang menggunakan jangka sorong seperti gambar berikut!

3. Bila pengukuran sebuah kawat menggunakan mikrometer sekrup terlihat seperti gambar. Nyatakan hasil pengukuran tersebut dengan angka!

Pedoman jawaban latihan
1. Jangka sorong digunakan untuk mengukur besar-besaran fisis yang tidak mungkin diukur dengan menggunakan mistar. Dengan jangka sorong dan mikrometer sekrup hasilnya akan lebih akurat karena tingkat ketelitian jagka sorong maupun mikrometer sekrup dapat mencapai tingkat ketelitian 0,005 mm.
2. Perhatikan gambar di atas. Hasil pengukuran diameter luar sebuah pipa kecil berada diantara 2,4 cm dan 2,5 cm. Garis skala nonius yang berimpit dengan garis pada skala utama adalah garis ke 4. Hal ini berarti hasil pengukuran dapat dinyatakan:
Diameter luar pipa = 2,4 cm + (4 x 0,01 cm) = 2,44 cm
3. Hasil pengukuran menggunakan mikrometer sekrup dapat dituliskan Skala utama terdekat dengan selubung silinder luar adalah 2,5 mm. Selubung silinder luar yang berimpit dengan garis mendatar pada skala utama adalah garis ke 48. Hal ini berarti diameter kawat dapat ditulis:
Diameter kawat = 2,5 mm + (48 x 0,01 mm) = 2,98 mm.

Rangkuman
Mistar merupakan alat ukur panjang yang paling sederhana dan sudah lumrah dikenal orang. Menggunakan mistar untuk mengukur dimensi jari-jari dalam dan luar dari slinder akan sangat menyulitkan dan hasilnya juga kurang akurat. Jangka sorong merupakan alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi jari-jari atau diameter dengan hasil yang lebih akurat. ketelitian jangka sorong mencapai 0,1 mm.
Benda yang ukurannya sangat tipis seperti kertas atau kawat yang ukurannya sangat kecil tidak dapat diukur menggunakan jangka sorong.
Untuk mengukur dimensi luar dari benda yang sangat tipis dapat dilakukan dengan menggunakan mikrometer sekrup. Ketelitian mikrometer sekrup dapat mencapai 0,01 mm.

Tes Formatif 1
Untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap kegiatan praktikum yang dilakukan, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1. Berapakan hasil pengukuran panjang dengan menggunakan jangka sorong yang ditunjukkan oleh gambar berikut?
2. Pengukuran menggunakan jangka sorong diperlihatkan oleh gambar berikut. Tuliskan hasil pengukuran tersebut!
3. Berapakah hasil pengukuran panjang menggunakan mikrometer sekrup yang diperlihatkan oleh gambar berikut?
4. Nyatakan hasil pengukuran yang diperlihatkan oleh gambar berikut!
5. Pengukuran panjang sebuah benda dengan menggunakan jangka sorong sebagai berikut. Skala utama berada antara angkla 2,5 dan angka 3. Sedangkan skala ke 40 pada skala nonius berimpit garis pada skala utama. Berapakah hasil pengukuran panjang benda tersebut?

Volume
Volume merupakan besaran turunan yang dapat diturunkan dari besaran pokok panjang. Volume balok dapat ditentukan melalui pengukuran tidak langsung dari besaran panjang, lebar dan tingginya.
Bagaimana kalau Anda memiliki sebongkah batu, apa yang harus Anda lakukan untuk menentukan ukuran volumenya? Dapatkah Anda menggunakan mistar, jangka sorong atau mikrometer sekrup? Pengukuran volume benda padat yang bentuknya tidak beraturan tidak dapat dilakukan dengan cara pengukuran tidak langsung. Volume benda padat yang bentuknya tak teratur dan berukuran tidak terlalu besar dapat diukur secara langsung dengan menggunakan gelas ukur.
Untuk dapat melakukan pengukuran volume suatu benda, berikut ini kita akan melakukan kegiatan/percobaan menggunakan mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup, gelas ukur, dan gelas berpancuran. Sebelum melakukan kegiatan/percobaan, siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, baca prosedur kerja dengan cermat, dan siapkan tabel pengamatan dengan baik.
a. Judul Kegiatan : Pengukuran Volume
b. Tujuan Kegiatan
1. melakukan pengukuran volume menggunakan jangka sorong dan mikrometer sekrup.
2. melakukan pengukuran volume menggunakan gelas ukur dan gelas berpancuran.
c. Landasan Teori
Menentukan ukuran volume benda yang bentuknya teratur seperti balok, kubus, slinder dapat dilakukan melalui pengukuran tidak langsung.
Berikut merupakan cara yang dapat dilakukan untuk menentukan volume beberapa benda yang bentuknya teratur. Volume benda yang berbentuk balok dapat ditentukan melalui pengukuran panjang, lebar, dan tinggi. Benda berupa kubus melalui pengukuran panjang sisi-sisinya, dan benda berbentuk silinder melalui pengukuran diameter dan tinggi silinder.

Hampir setiap bulan di Banyuwangi terdengar gebyar adat. baik di tingkat perdukuhan, pedesaan bahkan sampai di tingkat kabupaten. Tradisi adat di Banyuwangi sangat mengakar sehingga apabila adat itu tidak dilaksanakan akan mengakibatkan bencana.
Lho - lho - lho... ini sudah kelewatan jika menganggap tak melaksanakan adat dihubungkan dengan bencana.
Yang masuk akal adalah dalam tradisi adat dipanjatkan doa permohonan kepada Allah SWT. Nah di sini letaknya... kunci dari pelaksanaan adat/tradisi itu adalah doa.
Doa menunjukkan betapa kita ini sangat rendah di mata Allah SWT. Allah Yang berkuasa menghendaki terjadinya bencana atau berkah.
Jadi silahkan melaksanakan tradisi adat sebanyak-banyaknya, asalkan di dalamnya memanjatkan doa hanya kepada Allah SWT.
Dan jangan mempercayai bahwa Tradisi adat yang menyebabkan rangkaian peristiwa berikutnya terjadi

sosiokultural masyarakat banyuwangi
nama desa atau tempat tertentu
asal usul kebudayaan, tradisi adat
cerita/biografi tokoh
kisah lagu, benda pusaka, kesenian dan sebagainya

TO 4 matematika
Program Studi : PJJ ICT PGSD
1. Sinta mempunyai 5 jenis kalung, 7 gelang dan 4 anting-anting. Tentukan banyak kombinasi aksesoris Sinta yang mungkin dapat dipakai.
Jawab: banyak kombinasi aksesoris Shinta yang mungkin dapat dipakai adalah :
3 benda berbeda dari 16 benda dimana 5 benda sama (kalung), 7 benda sama (gelang) dan 4 benda sama (anting)
Kalung 5C1 = n!/(n - r)! = 5!/(5 – 1)! = 5!/4! = 5

Gelang 7C1 = n!/(n - r)! = 7!/(7 - 1)! = 7!/6! = 7

Anting 4C1 = n!/(n - r)! = 4!/(4 – 1)! = 4!/3! = 4

Jadi kombinasi aksesoris Shinta 5 x 7 x 4 = 140

2. Siswa-siswa Tarumanegara akan mengadakan lomba busana daerah Dalam lomba tersebut akan dipilih juara I, II, III dan peserta favorit. Lomba diikuti oleh 115 siswa. Tentukan banyak susunan juara yang mungkin terjadi.
Jawab: banyak susunan juara yang mungkin terjadi dengan kombinasi 4 unsur dari 115 unsur yang tersedia

115C4 = 115!/(115 – 4)!.4! = 111!.112.113.114.115/(111!.1.2.3.4) = 14.113.38.115 = 6913340


3. Diketahui dalam sebuah tas terdapat 10 buku yang terdiri dari 3 buku IPA, 4 buku IPS, 2 buku matematika dan 1 buku Bahasa Indonesia. Jika buku-buku tersebut akan disusun secara berjajar di sebuah rak, tentukan banyak susunan buku yang mungkin terjadi.
Jawab : susunan yang mungkin terjadi P = 10!/4!.3!.2! = 4!.5.6.7.8.9.10/4!.2.3.2 = 5.7.4.9.10 = 12600
Jadi banyak susunan buku yang mungkin terjadi 12600 susunan

Gelar Pitu
Antara Tradisi, Warisan Leluhur, dan Pesan Moral

Gelar Pitu? Apakah tradisi Gelar Pitu ini? Di mana dan kapan dilaksanakannya?
Setiap Lebaran Idul Fitri hari ketujuh atau 7 Syawal tahun Hijriyah, masyarakat Dukuh Kopenkidul, Dusun Kampungbaru, Desa Glagah, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memperingati Lebaran Ketupat dengan mengadakan acara Gelar Pitu.
Dalam tradisi ini, warga dan sesepuh adat setempat menggelar ritual penyucian Barong dan Krungkub (Mahkota) Seblang serta Kupat Gunggung (gunungan ketupat) yang diarak dan didoakan di makam leluhur Mbah Saridin. Kegiatan ini bertujuan untuk menolak bala, musibah, bahaya dan bencana sebagai ungkapan syukur atas keamanan dan rejeki dari Yang Maha Agung. Tradisi masyarakat setempat ini disebut Gelar Pitu.
Gelar Pitu diartikan sebagai ajang untuk menggelar, menyampaikan atau melaksanakan tujuh pesan atau nasihat dari leluhur setempat, Buyut Saridin. Mbah Buyut Saridin dianggap sebagai leluhur setempat yang sudah membabat dan membangun perkampungan yang dulunya masih berupa hutan.
Menurut cerita sesepuh desa atau pemangku adat setempat, Buyut Saridin mengamanatkan tujuh pesan kepada kedua cucunya yang bernama Sudanti dan Senitri.
Tujuh pesan dari Buyut Saridin itu di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Mbesuk nawi isun wis sing ono umur, ring papan panggonane jasad isun endonono tengeran kelaras utowo papahe gedhang. Artinya, nanti jika dia sudah meninggal, makamnya diberi tanda daun pisang atau pelepah pisang.
Maksudnya: agar generasi berikutnya tidak melupakan leluhurnya yang telah membangun dan berjuang dengan susah payah daerah ini, dengan selalu mendoakan leluhurnya, serta selalu menghormati yang telah mendahului kita.
2. Nawi panen pari ring balad kene ojo lali nggantung utowo masang umbul-umbul hang warnane abang. Artinya, jika panen padi di daerah ini, jangan lupa menggantung atau memasang umbul-umbul berwarna merah.
Maksudnya: agar selalu bersyukur kepada Tuhan atas rejeki yang berlimpah ruah. Dan dengan tanda ini, mengajak warga yang lain ikut serta bergotong royong memanen padi.
3. Angger tahun ojo lali lakonono sedekah bumi ono ring latar utowo ring galur. Adat iki ojo sampek ditinggal. Artinya setiap tahun jangan lupa melakukan sedekah bumi atau selamatan di halaman atau jalan desa. Adat ini jangan sampai ditinggalkan.
Maksudnya: kebiasaan kenduri untuk berbagi rasa, berbagi kebahagiaan dengan orang lain sangat penting untuk menjalin silaturrahim. Terus menjaga kesetiakawanan social dengan makan bersama di halaman rumah maupun jalan-jalan desa.
4. Mlakuwo bareng sak dulur iring-iringono nyang papan panggonane supoyo slamete, wadahono ancak lan areno godhong gedhang. Artinya kurang lebih, berjalanlah bersama-sama (kirab/pawai) dengan seluruh keluarga ke tempat tinggalnya (dukuh Kopen Kidul) agar mendapatkan keselamatan, Seluruh sedekah bumi tadi harus diletakkan dalam wadah dari pelepah pisang (ancak) dan diberi alas daun pisang.
Maksudnya: merupakan gaya syiar yang sangat lugas tapi jelas. Masyarakat pasti tertarik menyaksikan pawai berkeliling untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang lebih tinggi dari sekedar jalan-jalan.
5. Sing perlu apik lan akeh. Ngangguwo baen kupat pitu lepet pitu utowo liyane iku yo pitu, paribasane sing biso ngiseni kupat, kupat menta’an baen yo wis keneng, asal kupat mau isine dinar. Serto wis bubar podho rebutono. Lan sopo baen oleh kang kothong, tondho rejekine mengarepe sithik, sebalike kapan ulihe kupat isine akeh dinare tondho mengarepe gangsar rejekine. Artinya, tidak perlu bagus dan banyak. Cukup ketupat tujuh dan lepet (kue dari ketan yang dibungkus daun kelapa muda) atau selain itu juga tujuh. Barangkali tidak bisa mengisi ketupat matang, bisa diisi dengan barang mentah asalkan berisi uang. Setelah selesai acara, diperebutkan. Dan siapa yang dapat ketupat yang isinya kosong, pertanda rezekinya selama setahun ke depan sedikit. Sebaliknya, yang mendapatkan ketupat berisi uang banyak, pertanda selama setahun ke depan rejekinya melimpah ruah.
Maksudnya: agar semua bertindak tidak memaksakan diri, penuh kesederhanaan, dan selalu prihatin, namun juga tidak kikir. Suka bersyukur, dan tidak malas diharapkan pula. Selalu meningkatkan etos kerja tanpa mengenal lelah.
6. Tolak sengkolo, balak, belahi hang nglakoni kudu lare wadon, krungkube nganggo pupuse gedhang lan nduwure tanjebono kembang abang, lakonono angger tahun, supoyo balad iki slamet teko penyakit lan tetanen kene supoyo sing diganggu ambi omo, enggonen sak duluran, nawi dienggo pemili sak njabane kene, dino pitu kudu dilakoni kabeh. Pemili kang ono kene miluwo mudhun senajeno beras mung sak njimpit. Artinya, acara tolak ancaman, bahaya, musibah itu harus dilakukan anak perempuan yang menggunakan kerudung (mahkota) dari daun muda pisang dan ditancapi bunga merah. Lakukanlah setiap tahun, agar daerah ini selamat dari penyakit dan supaya pertanian di sini tidak diganggu hama, gunakanlah sesama saudara, jika digunakan famili (saudara) di luar daerah ini, hari ke tujuh harus dilaksanakan semua. Famili (saudara) yang di sini ikutlah turun tangan atau memberi bantuan walaupun hanya dengan segenggam beras.
Maksudnya: agar selalu berdoa kepada Tuhan supaya dijauhkan dari bahaya yang mengancam warga setempat dan lingkungannya. Juga bermaksud agar menghormati para wanita, turut serta dalam setiap acara yang diadakan saudara lain daerah. Saling menolong, kerukunan dan bekerja sama dalam setiap masalah.
7. Mulane kupat pitu lepet pitu menongko kanggo ngengeti: Siji, siro kabeh sak durunge lair naliko mageh ring njero weteng, meteng petung ulan siro dislameti tingkeban. Loro, siro urip ningkrik bumi, bumi iku yo lapis pitu. Telu, siro urip dipayungi langit, langit yo lapis pitu. Papat, siro urip yo ngombe banyu, banyu iku yo pitu, siji banyu sumber, loro banyu udan, telu banyu segoro, papat banyu sawah utowo kedhokan, limo banyu mbun, nem banyu gunung utowo kawah, lan pitu banyu sumur, limo siro nggawe umah, arane umah yo ono pitu, siji soko, loro jahit, telu lambang, papat panglari, limo blandar, nem suwunan, pitu rab. Enem dino yo ono pitu, siji Ahad, loro Senen, telu Seloso, papat Rebo, limo Kemis, enem Jemuwah, pitu Sebtu. Pitu Siro mbesuk mati, yo dislameti. Akehe slametane, pitu. Siji nggeblak, loro telung dinone, telu petung dinone, papat petang poloh dino, limo satus dinone, enem setahune, pitu sewu dinone. Artinya, oleh karena itu ketupat lepet tujuh itu sendiri untuk mengingatkan: Satu, kita semua sebelum lahir saat masih di dalam kandungan, hamil tujuh bulan kita didoakan dengan selamatan tingkeban. Dua, kita hidup di atas bumi. Bumi memiliki tujuh lapis. Tiga, kita dipayungi langit. Langit juga memiliki tujuh lapis. Empat, kita minum air. Air ada tujuh jenis, air sungai, air hujan, air laut, air sawah/kebun, air embun, air gunung/kawah, dan air sumur. Lima, kita membuat rumah dengan tujuh jenis rangka bangunan. Yaitu, satu saka, dua jahit, tiga lambang, empat panglari, lima blandar, enam suwunan, tujuh rab. Enam, jumlah hari juga ada tujuh. Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu. Tujuh, dan kalau kita sudah mati biasa diperingati dan didoakan sampai tujuh macam peringatan, satu hari, tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, setahun dan seribu harinya.
Semua pesan tersebut berbahasa Osing yang hingga kini, tujuh pesan leluhur itu tetap dilestarikan generasi sekarang.

1. Mendak Tirto
Sebelum gunungan ketupat diperebutkan, ada beberapa prosesi ritual. Pertama pada pagi hari, tujuh tokoh adat seperti Bapak Sanusi, Jaenuri, Mbah Sonah dan 4 orang warga lain yang masih sedarah dengan Mbah Buyut Saridin, bersiap-siap melakukan prosesi pengambilan air suci dengan ubo rampe. Mereka berpakaian adat dengan udeng warna hijau melingkari kepala. Pengambilan air suci ini harus ditempuh dengan jarak sekitar 2,5 km dengan menyusuri jalanan desa dan persawahan. Air dalam kendi ini nanti akan digunakan untuk menyucikan Barong dan Krungkub Seblang di makam Mbah Buyut Saridin.
Ritualnya dilaksanakan di tujuh tempat berbeda di sekitar wilayah Dukuh Kopenkidul. Di antaranya yaitu:
1. Bale Wantilan atau Bale Paseban atau Bale Gesah, merupakan bangunan sebagai tempat pertemuan atau pendopo. Namun sekarang tempat ini berupa gubug atau pondok sawah yang digunakan untuk sabung ayam saat ritual panen padi di Dukuh Kopenkidul.
Salah satu tokoh bernama Jaenuri, masuk ke dalam sebuah gubuk sambil membawa kemenyan. Tiba-tiba, Jaenuri kesurupan roh halus. Dia langsung duduk bersila dengan tangan bersedekap sambil mengeluarkan suara aneh. Warga mempercayai roh halus itu adalah Buyut Saridin.
"Teko mrene kok sing nggowo panganan utowo jajan, kupat tah utowo lepet," begitu ucapan yang keluar dari mulut Jaenuri. Kurang lebih artinya: datang ke sini kok tidak membawa makanan atau jajan, seperti ketupat atau lepet.
2. Bale Pertapan. Bentuknya sekarang berupa dua buah batu di tengah areal pesawahan. Bale Pertapan dipakai sebagai tempat mengheningkan cipta (meditasi/semedi/bertapa) oleh Syekh Jangkung atau Buyut Saridin,
Areal persawahan ini disebut sawah abang (merah). Mereka yang melewati sawah ini pantang memakai baju warna merah. Kalau tetap nekad, konon sesuatu hal buruk hingga kematiaan bisa-bisa terjadi tanpa diduga.

3. Makam Eyang Putri Retno Jinoli. Bentuknya adalah makam kecil di tengah hutan yang disebut Hutan Cempoko Putih. Makam Buyut Putri Retno Jinoli, istri Buyut Saridin. Jaenuri yang masih kesurupan segera sungkeman dan bersalaman dengan seseorang yang tidak tampak di sekitar makam. Biasanya di hutan ini sering muncul gerombolan monyet, akan tetapi pada saat acara ini digelar, tidak tampak sama sekali seekorpun monyet-monyet tersebut.

4. Sendang Kamulyan, bentuknya sekarang berupa sawah. Diperkirakan dulunya merupakan tempat pemandian Eyang Putri Retno Jinoli.
Jaenuri kemudian bergegas mandi di tengah persawahan.

5. Sumber Penguripan, bentuknya berupa pancuran mata air kecil, tidak pernah kering waktu musim kemarau, tidak pernah meluap walaupun musim penghujan.
Jaenuri menuju sebuah sumber air yang tertutup semak belukar. Dia meminum air sumber sambil tengkurap. Air dimasukkan ke sebuah kendi. Sumber air tersebut yang biasa dipergunakan untuk mensucikan kepala barong dan krungkub (mahkota) seblang.

6. Bale Pasantren Agung, bentuknya sekarang berupa batu yang digunakan tasyakuran pada saat panen sawah abang. Diperkirakan dulunya adalah pesantren tempat belajar santri-santri Buyut Saridin.
Jaenuri tetap dalam kondisi tak sadar berjalan mendaki bukit kecil yang ditumbuhi tanaman rotan. Sampai di puncak ada batu berukuran sedang membentuk setengah lingkaran. Ia berlutut sambil menyiramkan sedikit air suci ke atas bebatuan itu.
7. Griya Pasinggahan. Sekarang dipakai salah satu warga di Dukuh ini sebagai kandang sapi. Entah siapa yang memulai, hingga sekarang seperti itu keadaannya. Diyakini tempat ini adalah rumah pertama yang didirikan Buyut Saridin untuk tinggal di wilayah ini.
Pak Jaenuri yang belum sadar meminta kembang telon dan sekol arum (bunga tiga rupa dan kemenyan. Setelah diberikan permintaannya, akhirnya Pak Jaenuri kembali sadar.
Setelah prosesi pengambilan air suci ini, rombongan kembali menuju perkampungan.

2. Kirab Kupat Gunggung
Setelah sholat Ashar berjamaah, kupat gunggung bersama Barong dan Krungkub Seblang diarak keliling pedukuhan. Kupat Gunggung sendiri diusung
Melalui jalan-jalan pedukuhan dan gang-gang oleh tujuh orang yang masih kerabat dekat Buyut Saridinz kecil, dengan diiringi kesenian barong, hadrah dan para penduduk di belakang kupat gunggung.

Iring-iringan ini menuju makam Buyut Saridin yang merupakan leluhur penduduk Dukuh Kopenkidul.

3. Ziarah Makam
Sesampainya iring-iringan kirab kupat gunggung di area makam, tokoh-tokoh masyarakat seperti Pemangku Adat, Ulama, Ketua RT, Kepala Dusun, dan Kepala Desa setempat memanjatkan doa agar dosa para pendahulu mereka diampuni Yang Maha Kuasa.
Lalu sejumlah tujuh macam kembang (bunga) ditaburkan di atas makam Buyut Saridin.
Sejarah Buyut Saridin sangat berkaitan dengan keberadaan kesenian Barong di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah dan ritual Tari Seblang di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah. Dukuh Kopen Kidul, Dusun Kampung Baru, Desa/Kecamatan Glagah memang berada di tengah-tengah antara Kemiren dan Olehsari.
“Dulu yang menciptakan Barong dan Seblang itu adalah Buyut Saridin yang diwariskan pada kedua cucunya untuk dilestarikan, kedua cucunya masing-masing menikah dengan warga Kemiren dan Olehsari” tutur Bapak Sanusi. Menurutnya, Ulong kecil (salah satu cicit Buyut Saridin) yang pertama kali memainkan Barong mengelilingi tanah pertanian, kemudian setelah dewasa berkeluarga dan hidup di Desa Kemiren, masih memainkan Barong di jalan-jalan Desa Kemiren hingga berkeliling. Merupakan awal terbudayanya tradisi Ider Bumi di Desa Kemiren, setiap tanggal 2 Syawal,
Sedangkan Walik (juga salah satu cicit Buyut Saridin) melestarikan budaya Seblang di Desa Olehsari, selama 7 hari di Bulan Syawal. Yang sebelumnya, dijelaskan Pemangku Adat, Desa Olehsari yang baru berdiri memerlukan ritual tolak sengkolo seperti dituturkan pesan keenam. Yang kini setiap tahunnya Seblang masih lestari mengiringi ritual Bersih Desa di Desa Kemiren.
Seblang singkatan dari tolak sengkolo, blahi, bala ilango, sedangkan barong singkatan dari barang alus rohe ojo nyusup gawene.

4. Peletakan kain Merah Putih
Warga Dukuh Kopenkidul sangat menghormati bendera merah putih, karena pesan nenek moyang sangat dilestarikan sedemikianWarga Dukuh Kopenkidul sangat menghormati bendera merah putih, karena pesan nenek moyang sangat dilestarikan sedemikian Bendera Merah Putih diserahterimakan dari Pemangku Adat kepada Kepala Desa.
Kepala Desa setelah menerima Bendera Merah Putih dari Pemangku Adat disaksikan para peziarah, segera meletakkan Bendera Merah Putih itu di atas nisan Makam Buyut Saridin dengan iringan doa sholawat nabi. Sebagai pertanda bakti atas pitutur pertama, yakni meletakkan kain warna merah di atas makam Buyut Saridin.

5. Penyucian
Berikutnya Krungkub seblang disucikan dengan air kendi yang didapatkan saat mendak tirto. Barong juga disucikan seperti orang berwudlu, mulai membasuh wajah barong, hingga kakinya. Dengan diiringi musik, kupat gunggung dikelilingi Barong menari sambil disucikan dengan menyembur-nyemburkan air suci yang didapatkan saat mendak tirto.
Air yang ditempatkan pada kendi itu harus digunakan untuk ritual penyucian sampai habis. Tidak boleh ada sisanya. Karena akan berpengaruh pada saat rebutan kupat gunggung.

6. Tasyakuran
Ritual belum selesai sampai di sini, karena warga segera menggelar tahlilan dan doa bersama di jalan desa, di depan mushalla. Tahlil dan doa bersama bertujuan agar Yang Maha Kuasa menerima ungkapan rasa syukur penduduk Dukuh Kopenkidul. Dan berharap agar bencana, bahaya, dan musibah tidak menimpa dukuh mereka.
Acara tasyakuran ditutup dengan makan bersama dan penyerahan Krungkub seblang kepada wakil warga Olehsari untuk digunakan di Desa Olehsari sesuai Pitutur keenam. Makanan saat tasyakuran ini berupa ketupat dan lepet yang disajikan bersama kare ayam. Makanan diletakkan pada ancak dan diberi wadah berupa daun pisang yang berbentuk menyerupai mangkok.

7. Rebutan Kupat Gunggung
Demikianlah seluruh rangkaian acara Gelar Pitu yang ditutup dengan berebut ketupat yang digantung pada kupat gunggung. Acara ini diakui sangat unik. Kupat gunggung atau gunungan ketupat yang berisi uang katanya dapat meramalkan rejeki warga di tahun depan.
Bapak Sanusi Mahaerdi (biasa dipanggil Pak Usik), Pemangku Adat setempat, menjelaskan, pihak panitia sebenarnya sudah mengisi semua ketupat yang dikumpulkan warga dengan uang pecahan minimal Rp 500,- dan maksimal Rp 5.000,- di dalam setiap ketupat. Jumlah ketupat yang diisi mencapai 1.050 buah sesuai dengan jumlah penduduk di wilayah setempat. Anehnya, setelah diperebutkan, warga malah menemukan ketupat yang kosong atau uang yang sudah diisi malah hilang.
Sebaliknya nominal uang didalam ketupat dipercaya bisa berubah. “Padahal panitia hanya mengisi uang pecahan Rp 1.000,- atau Rp 5.000,- di setiap ketupat. Namun nyatanya, warga malah mendapatkan uang yang lebih seperti Rp 1.000,- dan bahkan Rp 25.000,-. Ini sering terjadi tiap tahun,” jelasnya.Rebutan ketupat dimulai dengan melantunkan sholawat nabi.
Seluruh warga yang hadir boleh mengambil ketupat tidak terkecuali Pemangku Adat. Mereka yakin bahwa kepercayaan terhadap pesan ketujuh Buyut Saridin akan terbukti pada kehidupan mereka di tahun depan. Harapan Pemangku Adat, acara ini tidak menimbulkan kesyirikan, bahkan diharapkan menimbulkan semangat untuk bekerja lebih giat lagi di masa yang akan datang.
Tokoh adat setempat lebih lanjut menjelaskan siapa yang mendapatkan ketupat yang kosong isinya, pertanda rezekinya selama setahun ke depan sedikit, maka berhati-hatilah dalam bekerja atau bekerja lebih giat. Sebaliknya, yang mendapatkan ketupat berisi uang banyak, pertanda selama setahun ke depan rejekinya melimpah ruah, maka jangan lupa bersedekah kepada yang kekurangan.

Warisan Leluhur
Bapak Sanusi menuturkan juga kata ‘Seblang’ merupakan singkatan dari ungkapan atau harapan. “Seblang itu singkatan dari sengkolo, belai, bala supoyo ilang (bahaya, musibah, bencana supaya hilang), sedangkan kata ‘Barong’ merupakan singkatan dari “barang alus rohe ojo nyusup gawene” (roh-roh halus bangsa jin setan jangan mencampuri urusan pekerjaan penduduk (petani), jelasnya.
Semua ritual/tradisi/budaya Gelar Pitu bertujuan menolak bencana dan sebagai ungkapan rasa syukur atas rejeki yang melimpah dari Yang Maha Agung. Mari kita lestarikan karena merupakan warisan leluhur negeri ini untuk mewujudkan jati diri bangsa..
Buyut Saridin juga memberikan warisan alat musik khas kesenian Barong dan Seblang, di antaranya adalah:
 Kluncing, yaitu alat muzik berbentuk segi tiga yang diperbuat daripada kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul yang diperbuat daripada bahan yang sama.
 Biola, perannya menggantikan suling karena bisa menghasilkan nada-nada lebih tinggi dari pada suling. Yang mendengarkan akan terasa tersayat hatinya.
 Kendhang yang hampir serupa dengan kendhang yang digunakan dalam gamelan Sunda dan Bali. Biasanya berjumlah satu atau dua, fungsi kendhang ialah sebagai pemimpin musik.
 Kethuk yang dibuat dari besi berjumlah dua buah dengan berbagai ukuran, sesuai dengan larasannya. “Kethuk estri” (feminin) adalah yang besar, dan dalam gamelan Jawa dipanggil Slendro, sedangkan “kethuk jaler” (maskulin) dilaraskan lebih tinggi satu not. Fungsi kethuk di sini bukan sekadar sebagai alat penguat atau penjaga irama seperti dalam gamelan Jawa, tetapi ia juga bergabung dengan kluncing untuk mengikut irama kendhang.
 Gong dalam gamelan Banyuwangi (khususnya Gandrung) hanya terdiri daripada sebuah alat gong besi yang terkadang diselingi dengan “saron bali” dan angklung.
Mengenai keyakinan masyarakat di sana tentang Saridin adalah yang terkenal dengan sebutan/gelar Syeh Jangkung (murid Sunan Kalijaga) masih dalam penelitian mendalam karena membutuhkan bukti-bukti otentik. Menurut Kiyai Subur (seorang tokoh agama), di Pati, Jawa Tengah, terdapat makam Saridin (Syeh Jangkung), ternyata hanya berupa petilasan. Juga yang di daerah Miyono, hanya petilasan Saridin (Syeh Jangkung).
Dan tidak menutup kemungkinan kebenaran letak makam tokoh spiritual terkenal seperti Syeh Jangkung (Saridin) ini berada di dukuh ini, karena pernah mengobati putri Ratu Blambangan.
Akhirnya, penulis hanya dapat berharap adanya penelitian lebih mendalam tentang eksistensi Buyut Saridin (Syeh Jangkung) di Tlatah Blambangan.

Gelar Pitu

Gelar Pitu?
Apakah tradisi Gelar Pitu ini?
Di mana dan kapan dilaksanakannya?
Setiap Idul Fitri hari ketujuh atau 7 Syawal tahun Hijriyah, warga Dukuh Kopen Kidul, Dusun Kampung Baru, Desa Glagah, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memperingati Lebaran Ketupat dengan mengadakan acara Gelar Pitu.
Dalam tradisi ini, warga dan sesepuh adat setempat menggelar ritual penyucian Barong dan Omprok (Mahkota) Seblang serta Kupat Gunggung (gunungan ketupat) yang diarak dan didoakan di makam leluhur, Mbah Saridin. Kegiatan ini bertujuan untuk menolak bala, musibah, bahaya dan bencana sebagai wujud syukur atas keamanan dan rejeki dari Yang Maha Agung. Tradisi masyarakat setempat ini disebut Gelar Pitu.
Gelar Pitu diartikan sebagai ajang untuk menggelar atau melaksanakan tujuh pesan atau nasihat dari leluhur setempat, Buyut Saridin. Mbah Buyut Saridin dianggap sebagai leluhur setempat yang sudah membabat dan membangun perkampungan yang dulunya masih berupa hutan.
Menurut cerita sesepuh desa, Saridin mengamanatkan tujuh pesan kepada kedua cucunya yang bernama Sudanti dan Senitri.
Tujuh pesan dari Buyut Saridin itu di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Mbesuk nawi isun wis sing ono umur, ring papan panggonane jasad isun endonono tengeran kelaras utowo papahe gedhang. Artinya, nanti jika dia sudah meninggal, makamnya diberi tanda daun pisang atau pelepah pisang.
2. Nawi panen pari ring balad kene ojo lali nggantung utowo masang umbul-umbul hang warnane abang. Artinya, jika panen padi di daerah ini, jangan lupa menggantung atau memasang umbul-umbul berwarna merah.
3. Angger tahun ojo lali lakonono sedekah bumi ono ring latar utowo ring galur. Adat iki ojo sampek ditinggal. Artinya setiap tahun jangan lupa melakukan sedekah bumi atau selamatan di halaman atau jalan desa. Adat ini jangan sampai ditinggalkan.
4. Mlakuwo bareng sak dulur iring-iringono nyang papan panggonane supoyo slamete, wadahono ancak lan areno godhong gedhang. Artinya kurang lebih, berjalanlah bersama-sama (kirab/pawai) dengan seluruh keluarga ke tempat tinggalnya (dukuh Kopen Kidul) agar mendapatkan keselamatan, Seluruh sedekah bumi tadi harus diletakkan dalam wadah dari pelepah pisang (ancak) dan diberi alas daun pisang.
5. Sing perlu apik lan akeh. Ngangguwo baen kupat pitu lepet pitu utowo liyane iku yo pitu, paribasane sing biso ngiseni kupat, kupat menta’an baen yo wis keneng, asal kupat mau isine dinar. Serto wis bubar podho rebutono. Lan sopo baen oleh kang kothong, tondho rejekine mengarepe sithik, sebalike kapan ulihe kupat isine akeh dinare tondho mengarepe gangsar rejekine. Artinya, tidak perlu bagus dan banyak. Cukup ketupat tujuh dan lepet (kue dari ketan yang dibungkus daun kelapa muda) atau selain itu juga tujuh. Barangkali tidak bisa mengisi ketupat matang, bisa diisi dengan barang mentah asalkan berisi uang. Setelah selesai acara, diperebutkan. Dan siapa yang dapat ketupat yang isinya kosong, pertanda rezekinya selama setahun ke depan sedikit. Sebaliknya, yang mendapatkan ketupat berisi uang banyak, pertanda selama setahun ke depan rejekinya melimpah ruah.
6. Tolak sengkolo, balak, belahi hang nglakoni kudu lare wadon, krungkube nganggo pupuse gedhang lan nduwure tanjebono kembang abang, lakonono angger tahun, supoyo balad iki slamet teko penyakit lan tetanen kene supoyo sing diganggu ambi omo, enggonen sak duluran, nawi dienggo pemili sak njabane kene, dino pitu kudu dilakoni kabeh. Pemili kang ono kene miluwo turun senajeno beras mung sak njimpit. Artinya, acara tolak ancaman, bahaya, musibah itu harus dilakukan anak perempuan yang menggunakan kerudung (mahkota) dari daun muda pisang dan ditancapi bunga merah. Lakukanlah setiap tahun, agar daerah ini selamat dari penyakit dan supaya pertanian di sini tidak diganggu hama, gunakanlah sesama saudara, jika digunakan famili (saudara) di luar daerah ini, hari ke tujuh harus dilaksanakan semua. Famili (saudara) yang di sini ikutlah turun tangan atau memberi bantuan walaupun hanya dengan segenggam beras.
7. Mulane kupat pitu lepet pitu menongko kanggo ngengeti: Siji, siro kabeh sak durunge lair naliko mageh ring njero weteng, meteng petung ulan siro dislameti tingkeban. Loro, siro urip ningkrik bumi, bumi iku yo lapis pitu. Telu, siro urip dipayungi langit, langit yo lapis pitu. Papat, siro urip yo ngombe banyu, banyu iku yo pitu, siji banyu sumber, loro banyu udan, telu banyu segoro, papat banyu sawah utowo kedhokan, limo banyu mbun, nem banyu gunung utowo kawah, lan pitu banyu sumur, limo siro nggawe umah, arane umah yo ono pitu, siji soko, loro jait, telu lambang, papat panglari, limo belandar, nem suwunan, pitu rab, dino yo ono pitu. Artinya, oleh karena itu ketupat lepet tujuh itu sendiri untuk mengingatkan: Satu, kita semua sebelum lahir saat masih di dalam kandungan, hamil tujuh bulan kita didoakan dengan selamatan tingkeban. Dua, kita hidup di atas bumi. Bumi memiliki tujuh lapis. Tiga, kita dipayungi langit. Langit juga memiliki tujuh lapis. Empat, kita minum air. Air ada tujuh jenis, air sungai, air hujan, air laut, air sawah/kebun, air embun, air gunung/kawah, dan air sumur. Lima, kita membuat rumah dengan tujuh jenis rangka bangunan; jumlah hari juga ada tujuh; dan kalau kita sudah mati biasa diperingati dan didoakan sampai tujuh hari.
Semua pesan tersebut berbahasa Osing yang hingga kini, tujuh pesan leluhur itu tetap dilestarikan generasi sekarang dan sampai kapan pun.

1. Mendak Tirto
Sebelum gunungan ketupat diperebutkan, ada beberapa prosesi ritual. Pertama pada pagi hari, seorang perempuan lanjut usia mengambil air dari sumber air yang pertama kali ditemukan leluhur diiringi tujuh orang wakil warga setempat yang konon tidak diperkenankan berpakaian warna merah. Kemudian air ini ditempatkan dalam dua buah kendi. Air dalam kendi ini nanti akan digunakan untuk menyucikan Barong dan Omprok Seblang di makam Mbah Buyut Saridin.
Ritualnya dilaksanakan di tujuh tempat berbeda di sekitar wilayah Dukuh Kopenkidul. Di antaranya yaitu:
1. Bale Wantilan, bentuknya sekarang berupa rumah sebagai tempat pertemuan atau pendopo. Namun sekarang tempat ini digunakan untuk sabung ayam saat ritual panen padi di Dukuh Kopenkidul.
2. Sanggar Masigit Sapto Argo.
Bentuknya sekarang berupa dua buah batu, yang dipakai sebagai tempat mengheningkan cipta (meditasi/semedi/bertapa) oleh Syekh Jangkung atau Buyut Saridin,
Masyarakat meyakini bahwa di tempat ini tidak diperkenankan memakai baju berwarna merah. Karena yang bersangkutan akan mengalami musibah.
3. Makam Eyang Putri Retno Jinoli. Bentuknya adalah makam kecil di tengah hutan yang disebut Hutan Cempoko Putih.
4. Griya …. Sekarang dipakai salah satu warga di Dukuh ini sebagai kandang sapi. Entah siapa yang memulai, hingga sekarang seperti itu keadaannya. Diyakini tempat ini adalah rumah pertama yang didirikan Syekh Jangkung untuk tinggal di wilayah ini.
5. Taman Sari, bentuknya sekarang berupa sawah. Diperkirakan dulunya merupakan tempat pemandian Eyang Putri Retno Jinoli.
6. Sumber Penguripan, bentuknya berupa pancuran mata air kecil, tidak pernah kering waktu musim kemarau, tidak pernah meluap walaupun musim penghujan.
7. Bale Paseban, bentuknya sekarang berupa batu. Diperkirakan dulunya adalah pesantren tempat belajar santri-santri Syekh Jangkung.

2. Kirab Kupat Gunggung
Setelah sholat Ashar berjamaah, kupat gunggung bersama Barong dan Omprok Seblang diarak keliling pedukuhan. Kupat Gunggung sendiri diusung oleh tujuh orang yang masih kerabat dekat Buyut Saridin.
Melalui jalan-jalan pedukuhan dan gang-gang kecil, dengan diiringi kesenian barong, hadrah dan para penduduk di belakang kupat gunggung. Iring-iringan ini menuju makam Buyut Saridin (Syeh Jangkung) yang merupakan leluhur penduduk Dukuh Kopenkidul.

Kupat Gunggung sebelum dikirab

3. Ziarah Makam
Sesampainya iring-iringan kirab kupat gunggung di area makam, tokoh-tokoh masyarakat seperti Pemangku Adat, Ulama, Ketua RT, Kepala Dusun, dan Kepala Desa setempat memanjatkan doa agar dosa para pendahulu mereka diampuni Yang Maha Kuasa. Lalu sejumlah tujuh macam kembang (bunga) ditaburkan di atas makam Buyut Saridin.

Makam Buyut Saridin
Sejarah Buyut Saridin sangat berkaitan dengan keberadaan kesenian Barong di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah dan ritual Tari Seblang di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah. Dukuh Kopen Kidul, Dusun Kampung Baru, Desa/Kecamatan Glagah memang berada di tengah-tengah antara Kemiren dan Olehsari.
“Dulu yang menciptakan Barong dan Seblang itu adalah Buyut Saridin yang diwariskan pada kedua cucunya untuk dilestarikan, kedua cucunya masing-masing menikah dengan warga Kemiren dan Olehsari” tutur Bapak Sanusi. Menurutnya, Ulong kecil (salah satu cicit Buyut Saridin) yang pertama kali memainkan Barong mengelilingi tanah pertanian, kemudian setelah dewasa berkeluarga dan hidup di Desa Kemiren, masih memainkan Barong di jalan-jalan Desa Kemiren hingga berkeliling. Merupakan awal terbudayanya tradisi Ider Bumi di Desa Kemiren, setiap tanggal 2 Syawal,
Sedangkan Walik (juga salah satu cicit Buyut Saridin) melestarikan budaya Seblang di Desa Olehsari, selama 7 hari di Bulan Syawal. Yang sebelumnya, dijelaskan Pemangku Adat, Desa Olehsari yang baru berdiri memerlukan ritual tolak sengkolo seperti dituturkan pesan keenam. Yang kini setiap tahunnya Seblang masih lestari mengiringi ritual Bersih Desa di Desa Kemiren.

Omprok Seblang sebelum dikirab
Seblang singkatan dari tolak sengkolo, blahi, bala ilango, sedangkan barong singkatan dari barang alus rohe ojo nyusup gawene.

4. Peletakan kain Merah Putih
Warga Dukuh Kopenkidul sangat menghormati bendera merah putih, karena pesan nenek moyang sangat dilestarikan sedemikian hingga saat acara ritual Gelar Pitu, selembar Bendera Merah Putih diserahkan dari Pemangku Adat kepada Kepala Desa.
Kepala Desa setelah menerima Bendera Merah Putih dari Pemangku Adat disaksikan para peziarah, segera meletakkan Bendera Merah Putih itu di atas nisan Makam Buyut Saridin dengan iringan doa sholawat nabi. Sebagai pertanda bakti atas pitutur pertama, yakni meletakkan kain warna merah di atas makam Buyut Saridin.

Kain Merah yang disimpan di rumah Pemangku Adat
5. Penyucian
Berikutnya omprok seblang disucikan dengan air kendi yang didapatkan saat mendak tirto. Barong juga disucikan seperti orang berwudlu, mulai membasuh wajah barong, hingga kakinya. Dengan diiringi musik, kupat gunggung dikelilingi Barong menari sambil disucikan dengan menyembur-nyemburkan air yang didapatkan saat mendak tirto.
Air yang ditempatkan pada kendi itu harus digunakan untuk ritual penyucian sampai habis. Tidak boleh ada sisanya. Karena akan berpengaruh pada saat rebutan kupat gunggung.

6. Tasyakuran
Ritual belum selesai sampai di sini, karena warga segera menggelar tahlilan dan doa bersama di jalan desa, di depan mushalla. Tahlil dan doa bersama bertujuan agar Yang Maha Kuasa menerima ungkapan rasa syukur penduduk Dukuh Kopenkidul. Dan berharap agar bencana, bahaya, dan musibah tidak menimpa dukuh mereka.
Acara tasyakuran ditutup dengan makan bersama dan penyerahan omprok seblang kepada wakil warga Olehsari untuk digunakan di Desa Olehsari sesuai Pitutur keenam. Makanan saat tasyakuran ini berupa ketupat dan lepet yang disajikan bersama kare ayam. Makanan diletakkan pada ancak dan diberi wadah berupa daun pisang yang berbentuk menyerupai mangkuk.

7. Rebutan Kupat Gunggung
Demikianlah seluruh rangkaian acara Gelar Pitu yang ditutup dengan berebut ketupat yang digantung pada kupat gunggung. Acara ini diakui sangat unik. Kupat gunggung atau gunungan ketupat yang berisi uang akan dapat meramalkan rejeki warga di tahun depan.
Bapak Sanusi Mahaerdi (biasa dipanggil Pak Usik), Pemangku Adat setempat, menjelaskan, pihak panitia sebenarnya sudah mengisi semua ketupat yang dikumpulkan warga dengan uang pecahan minimal Rp 500,- dan maksimal Rp 5.000,- di dalam setiap ketupat. Jumlah ketupat yang diisi mencapai 1.050 buah sesuai dengan jumlah penduduk di wilayah setempat. Anehnya, setelah diperebutkan, warga malah menemukan ketupat yang kosong atau uang yang sudah diisi malah hilang.
Sebaliknya nominal uang didalam ketupat dipercaya bisa berubah. “Padahal panitia hanya mengisi uang pecahan Rp 1.000,- atau Rp 5.000,- di setiap ketupat. Namun nyatanya, warga malah mendapatkan uang yang lebih seperti Rp 1.000,- dan bahkan Rp 25.000,-. Ini sering terjadi tiap tahun,” jelasnya.Rebutan ketupat dimulai dengan melantunkan sholawat nabi.
Seluruh warga yang hadir boleh mengambil ketupat tidak terkecuali Pemangku Adat. Mereka yakin bahwa kepercayaan terhadap pesan ketujuh Buyut Saridin akan terbukti pada kehidupan mereka di tahun depan. Harapan Pemangku Adat, acara ini tidak menimbulkan rasa syirik, bahkan diharapkan menimbulkan semangat untuk bekerja lebih giat lagi di masa yang akan datang.
Tokoh adat setempat lebih lanjut menjelaskan siapa yang mendapatkan ketupat yang kosong isinya, pertanda rezekinya selama setahun ke depan sedikit, maka berhati-hatilah dalam bekerja atau bekerja lebih giat. Sebaliknya, yang mendapatkan ketupat berisi uang banyak, pertanda selama setahun ke depan rejekinya melimpah ruah, maka jangan lupa bersedekah kepada yang kekurangan.

Warisan Leluhur
Bapak Sanusi menuturkan juga kata ‘Seblang’ merupakan singkatan dari ungkapan atau harapan. “Seblang itu singkatan dari sengkolo, belai, bala supoyo ilang (bahaya, musibah, bencana supaya hilang), sedangkan kata ‘Barong’ merupakan singkatan dari “barang alus rohe ojo nyusup gawene” (roh-roh halus bangsa jin setan jangan mencampuri urusan pekerjaan penduduk (petani), jelasnya.
Semua ritual/tradisi/budaya Gelar Pitu bertujuan menolak bencana dan sebagai ungkapan rasa syukur atas rejeki yang melimpah dari Yang Maha Agung. Mari kita lestarikan karena merupakan warisan leluhur negeri ini untuk mewujudkan jati diri bangsa..
Buyut Saridin juga memberikan warisan alat musik khas kesenian Barong dan Seblang, di antaranya adalah:
 Kluncing, yaitu alat muzik berbentuk segi tiga yang diperbuat daripada kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul yang diperbuat daripada bahan yang sama.
 Kendhang yang hampir serupa dengan kendhang yang digunakan dalam gamelan Sunda dan Bali. Biasanya berjumlah satu atau dua, fungsi kendhang ialah sebagai pemimpin musik.
 Kethuk yang diperbuat daripada besi berjumlah dua buah dan dibuat dengan berbagai ukuran, sesuai dengan larasannya. “Kethuk estri” (feminin) adalah yang besar, dan dalam gamelan Jawa dipanggil Slendro, sedangkan “kethuk jaler” (maskulin) dilaraskan lebih tinggi satu not. Fungsi kethuk di sini bukan sekadar sebagai alat penguat atau penjaga irama seperti dalam gamelan Jawa, tetapi ia juga bergabung dengan kluncing untuk mengikut irama kendhang.
 Gong dalam gamelan Banyuwangi (khususnya Gandrung) hanya terdiri daripada sebuah alat gong besi yang terkadang diselingi dengan “saron bali” dan angklung.

Selesai

Bimbingan Belajar Tambahan….. Masih Perlukah?

Dalam perkembangannya, anak sangat memerlukan banyak pengalaman belajar. Sedangkan orang tua kadang-kadang memiliki tingkat emosional yang tidak mendukung kebutuhan anak tersebut. Di sisi lain, waktu yang tersedia di sekolah sangat terbatas. Hal ini melatarbelakangi permasalahan perkembangan anak.
Di rumah, anak-anak terkadang kurang cocok dengan orang tua dalam mempelajari pelajaran sekolah. Sehingga sering muncul pertengkaran-pertengkaran kecil atau ringan.
Di sekolah, seorang anak sebagai siswa, hanya belajar 42 x 35 menit seminggu dengan 10 – 12 mata pelajaran. Waktu yang terbatas mengakibatkan kurangnya muatan isi mata pelajaran mampu diserap anak secara keseluruhan. Atau mungkin anak mengalami kejenuhan saat berinteraksi dengan lingkungan sekolah.
Di lingkungannya, anak belum tentu pula bergaul dengan orang lain (teman) yang memiliki kompetensi ilmu-ilmu yang dibutuhkannya untuk memenuhi tingkat perkembangannya.
Namun demikian tidak semua anak, keluarga atau sekolah mengalani masalah seperti tersebut di atas. Bila anak sedang mengalami masalah tersebut, perlulah kiranya orang tua memberikan kesempatan bagi anak mengikuti kegiatan bimbingan belajar tambahan.
Bimbingan belajar tambahan akan memberikan rangkaian pembelajaran, baik berupa latihan maupun pengayaan materi belajar yang belum tentu diterima di sekolah atau di rumah.
Bimbingan belajar tambahan dapat berupa les privat, atau mengikuti lembaga bimbingan belajar, atau mendatangi guru sekolahnya.
Bimbingan belajar tambahan ternyata masih diperlukan bagi anak yang mengalami masalah kurang berkembangnya pengalaman belajar yang dimilikinya. Oleh karena itu orang tua dan guru perlu memberikan kesempatan bagi anak untuk memperoleh kebutuhannya.

Kelebihan dan kekurangan dalam pendidikan di sekolah harus mampu diatasi dengan berbagai metode pembelajaran. Maka berikan apa yang dibutuhkan peserta didik. Jangan sampai peserta didik 'dipaksa' membutuhkan kita.